Runtuhnya Dinding Iman

Paras yang putih bagaikan salju yang turun lembut di daratan dengan sedikit angin yang berhembus sepoi-sepoi selembut sutra. Tubuh tegap setegak tiang bendera yang kokoh. Namun kini matanya berkaca-kaca menyesali nasib yang telah terjadi tapi apa daya nasi telah menjadi bubur hanya penyesalan dan penyesalan yang penuh sesak di dalam dada. Tiap kali mengenang masa lalunya tiap kali itu pula cucuran air mata penyesalan mulai runtuh dari mata indahnya itu. Entah iblis apa yang membuatnya terperosok kedalam lembah kenistaan dan kehampaan.

Sarwan nama pemuda itu, nama yang bagus penuh makna yang tersirat di dalamnya dengan sedikit guyonan dan tingkah laku aneh dari dirinya. Pekerja keras dan sedang aktif kuliah jurusan ekonomi, tak lupa pula sepeda motor putih keluaran terbaru yang selalu siap menemani setiap langkahnya. Banyak teman-temannya yang suka kepadanya karena kelucuan dan bisa saja karena parasnya yang aduhai menggoda iman. Namun kini tiada lagi kulihat tawa kecilnya yang sedikit menghina, tingkah laku anehnya yang membuat kepala bergeleng-geleng, bahkan sifat mudah tersinggung dan marahnya yang bikin jengkel teman-temannya. Ya itulah sedikit kenangan yang bisa aku ungkapkan kepada temanku itu, dan masih banyak lagi kenangan-kenangan indah bersamanya. Meski menjengkelkan tapi baik hati, beriman dan saleh tak lupa stik drum yang selalu ia bawa, maklum saja dia adalah drummer band sekolah.

Masih teringat jelas di otaku tentang masa-masa dimana semua keindahan dan kelucuannya berakhir dan berakhir untuk selamanya. Bagai hilang ditelan bumi dan takkan pernah muncul lagi di permukaan. Kami adalah teman baik, teman seperjuangan suka dan duka. Kira-kira 3 tahun yang lalu peristiwa itu terjadi dan tidak bisa dipercaya bahwa itu benar-benar ternjadi. Ada 10 orang dari kelompok kami bahkan lebih yang mempunyai tujuan dan cita-cita berbeda setelah lulus sekolah. Ada yang ingin kuliah, ingin langsung kerja, ada yang ingin menikah dan yang paling dominan adalah menjadi seorang perwira tinggi polisi ataupun tentara. Pada waktu itu, menjadi seorang perwira tinggi adalah suatu kebanggaan tersendiri karena merupakan symbol kekuatan dan kehormatan. Tapi entah kenapa karena hal itu menjadi kunci musibah dari semuanya. 7 orang bersama-sama berjuang untuk mewujudkan hal itu, namun kini yang tersisa hanya 2 orang, dia dan aku. Yang lain kini sudah terwujud seperti yang dicita-citakan, ada yang bertugas di Papua, Poso, di Jawa Barat dan lain sebagainya.

Kulihat dengan seksama begitu tegar didalam hatinya menerima semua itu, entah mungkin begitu kuat iman dan keteguhan hatinya sehingga meski teman-temanya sukses dia tidak iri dan rendah hati. Aku sendiri pun sama seperti dia sedang berjuang dan berjuang mengejar cita-cita yang terselubung di lembah sukma. Ternyata nasib buruk tak selalu menyelimuti dirinya, karena beberapa bulan kemudian dia dapat perkerjaan yang bisa dibilang enak dan nyaman. Tak hanya itu selain bisa kerja juga bisa kuliah. Sungguh rejeki yang tak disangka-sangka bagai mendapat durian runtuh di siang bolong, sungguh nikmat didalam meski diluar kelihatan usang dan jelek. Begitu indah dan bahagianya kurasakan ketika kesuksesan menimpa dirinya meski semuanya itu tidak sesuai dengan yang diharapkan menjadi seorang perwira tinggi.

Hari-harinya begitu indah dipandang, kelucuan dan tingkah laku yang aneh serta tertawa yang begitu menghina kini mulai muncul bagaikan sang surya terbit dari ufuk timur. Gairah mudanya kembali membara seperti api unggun di tengah malam dan senyuman yang indah menambah hasanah kemewahan dalam pribadinya. Dia telah kembali dia telah kembali, bisikku dalam hati. Entah berapa lama keindahan itu akan bertahan untuk terus hidup dalam dirinya karena semuanya begitu berubah tak seperti dulu lagi. Semenjak dia mengenal gadis yang menjadi tambatan dan pujaan hatinya perlahan rasa indah yang kurasakan lambat laun mulai memudar.

Acuh tak acuh bahkan sifat sinis dan marahnya pun sering kali muncul. Ego yang besar dan juga rasa angkuh mulai tampak dalam dirinya. Berbeda sekali dengan dulunya yang begitu terbuka dengan siapa saja, begitu indah mempesona di dalam kalbu. Seorang yang alim, sopan santun, rajin ibadah dan sebagainya. Seolah-olah kini yang ada dalam pikirannya hanya sang gadis pujaan, dunia milik mereka berdua yang lain hanya ngontrak. Sungguh sangat berbeda dengan Sarwan yang kukenal, orangnya yang saleh dan taat beribadah, patuh pada orang tua dan suka menolong sesama dikala suka maupun duka. Entah apa kiranya yang ada di dalam hatinya itu sampai semuanya begitu cepat berubah. Yang ada hanyalah dia oh dia.

Aku sendiri dan teman-teman yang lain sungguh sangat terpukul dan terkejut dengan hal itu sungguh tak dapat dipercaya. Apa yang kini ada di pandangan matanya hanyalah nafsu belaka, rasa benci kepada temannya tak lain karena sang gadis pujaan yang begitu kuat pengaruhnya di dalam dirinya. Padahal jika ditelusuri lebih dalam lagi sebenarnya sang gadis tidak masuk dalam salah satu kategorinya. Aku ingat betul dia dulu penah bilang kalau ingin punya gadis pujaan yang seagama, soleha, baik hati, ramah, pengertian dan soal fisik baik itu kecantikan dan lain-lain nomor 27. Namun apa yang dikatakan berbeda dengan yang dijalani sekarang, bahkan yang lebih parah ternyata gadis tambatan hatinya berlainan agama, dia seorang kristiani.

Entah apa yang ada di dalam hatinya, kecantikan dan kemolekan tubuh sang gadis pujaan telah membutakan mata hatinya seoalah-olah awan tebal menyelimuti langit biru yang cerah. Oh iya aku lupa mengenalkan dirinya, nama gadis itu Angelica sungguh indah menawan bagaikan peri langit yang turun dari surga menuju lembah cinta. Parasnya yang cantik menawan hati lelaki. Tubuhnya yang molek bagai biola spanyol. Matanya yang tajam setajam mata elang yang sedang memburu mangsanya. Bibirnya yang menawan dengan senyuman lesung pipitnya yang menggetarkan jiwa. Dan segala tingkah lakunya yang membuat semua laki-laki terpana dan mabuk kepayang dibuatnya.

Sungguh kuat daya tarik yang diberikan Angelica kepada Sarwan sampai dia rela apapun akan diperjuangan demi sang bidadarinya. Kalaupun hanya harta dan waktu mungkin bisa dimaklumi namun kalau sampai merendahlan harga diri bahkan menjual dan merelakan agamanya sendiri yang dianut selama ini apakah itu tidak keterlaluan. Aku dan teman-teman yang lain sampai tak habis pikir apa yang dilakukan Sarwan, cara apapun juga tak mampu menyadarkan hatinya. Sungguh dasyat virus cinta Angelica kepada Sarwan hingga apa yang diucapkan dan diperintahkannya dilakukan tanpa memikirkan akibatnya, asalkan sang bidadari senang Sarwan pun ikut senang.

Peristiwa itu spontas mengagetkan pihak keluarga Sarwan, entah apa yang dilakukan mereka pada anak semata wayang. Segala bujukan, rayuan dan buaian tak mempan lagi bagi Sarwan sang anak durhaka. Perih batin yang dirasa keluarga Sarwan dan akhirnya jurus terakhir yang dikeluarkan keluarga Sarwan kepadanya yaitu tidak diakuinya lagi Sarwan sebagai anggota keluarga besar mereka. Akupun terkejut mendengarnya tak percaya semua itu akan terjadi seperti ini.

Sarwan pun tak ambil pusing, dengan segala daya dan upayanya dia merelekan keluarga besarnya, keluarga yang sangat mencintainya. Hanya demi seorang wanita dia rela begitu saja meninggalkan kenangan indah bersama teman dan keluarganya. Tapi mau gimana lagi itulah jalan yang ditempuhnya semoga dia bahagia bersamanya. Bisikku dalam hati.

3 bulan berlalu suasana tentang kejadian itu lambat laun mulai menghilang dan kenangan bersama Sarwan pun juga ikut menghilang bagai ditelan bumi. Sejenak peristiwa itu menghilang namun kembali lagi muncul kabar tentang Sarwan yang kudengar beritanya dari temanku Ja’far. Katanya Sarwan kini tak lagi bersama Angelica karena dirinya sudah tidak dapat membahagiakannya. Sebab semenjak bersamanya hidup Sarwan kacau balau tak punya pekerjaan dan uangnya tabungannya habis. Terpaksa sepeda motor kesayangannya ikut ludes demi sesuap nasi dan kebahagiaan bersama sang gadis pujaan.

Akupun menghela nafas panjang hingga terasa sejuk di tenggorokan. Tak bisa kubayangkan kebahagiaan yang sekejap ia peroleh begitu cepat meninggalkan dirinya. Yang tersisa kini hanyalah puing-puing kenistaan dan rasa malu yang amat sangat. Aku yakin saat ini dia pasti sangat menyesal meskipun aku belum tahu yang sebenarnya. Sungguh kekuatan cinta sangatlah dasyat hingga dinding keimanan dan keteguhan hatinya pada sang pencipta hilang terhempas badai. Tak banyak yang bisa aku lakukan kepadanya selain berdoa kepada sang maha kuasa Sarwan bisa kembali ke jalan yang benar menata hidup baru dan berjuang melawan buasnya dunia fatamorgana ini. Selamat tinggal Sarwan.

*- Mr. GPK -*

Tinggalkan komentar